Berikut etika tentang sunat dalam beberapa agama :
1. Islam
-
Sunat (khitan) dianggap tindakan fitrah dan ibadah yang melambangkan kesucian diri.
-
Nabi Muhammad SAW menganjurkan umatnya untuk berkhitan sebagai tanda kebersihan lahir dan batin.
-
Etika pelaksanaan:
-
Dilakukan dengan niat ibadah dan menjaga kehormatan anak.
-
Harus dilakukan oleh ahli medis atau orang berkompeten agar aman.
-
Tidak menyakiti berlebihan dan menjaga privasi serta kebersihan sangat ditekankan.
-
Disarankan dilakukan saat masih kecil, tapi boleh juga saat dewasa.
-
2. Yahudi
-
Sunat disebut Brit Milah, dilakukan pada hari ke-8 setelah kelahiran anak laki-laki.
-
Merupakan perjanjian suci antara Allah dan Nabi Ibrahim (Kejadian 17:10–14).
-
Etika pelaksanaan:
-
Dilakukan oleh mohel (ahli sunat agama Yahudi).
-
Upacaranya diiringi doa dan ritual keagamaan.
-
Dilakukan dengan penuh penghormatan spiritual, bukan hanya tindakan medis.
-
3. Kristen
-
Dalam Perjanjian Lama, sunat diwajibkan (seperti Yahudi).
-
Namun dalam Perjanjian Baru, Rasul Paulus menegaskan bahwa sunat rohani (penyucian hati) lebih penting daripada sunat fisik (Roma 2:28–29).
-
Karena itu, umat Kristen tidak diwajibkan berkhitan.
-
Etika pandangan:
-
Bila dilakukan, harus berdasarkan alasan kebersihan atau medis, bukan kewajiban iman.
-
Tidak boleh dipaksakan, harus dengan kesadaran dan menghormati keyakinan masing-masing.
-
4. Hindu
-
Sunat tidak termasuk ritual keagamaan dalam ajaran Hindu.
-
Tubuh dianggap suci sejak lahir, dan perubahan fisik seperti khitan tidak dianggap perlu secara spiritual.
-
Namun, di beberapa daerah (misalnya India Selatan), sebagian Hindu melakukan sunat karena alasan medis atau budaya lokal.
-
Etika: menghormati tubuh sebagai anugerah dan menjaga kebersihan adalah nilai utama.
5. Buddha
-
Tidak ada perintah atau larangan tentang khitan dalam ajaran Buddha.
-
Prinsip utama adalah menghindari penderitaan makhluk hidup (ahimsa).
-
Bila dilakukan, harus dengan pertimbangan medis dan tanpa kekerasan.
-
Etika: niat baik (karuna) dan tidak menyebabkan penderitaan menjadi dasar keputusan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar